Senin, 03 Oktober 2016

PEMIMPIN DAN SYAHWAT POLITIK

Pemimpin dan Syahwat Politik

Oleh Syofyan
Dosen Universitas Andalas

(telah diterbitkan pada halaman OPINI di koran Singgalang, Senen, 4 Oktober 2016)

Berbagai fenomena pemilihan pemimpin (pejabat) baik sebagai pemimpin formal maupun non formal seringkali menjadi isu penting dan hangat untuk dibicarakan. Baik dikalangan masyarakat awam, akedemisi apalagi dikalangan politisi. Tidak dapat dipungkiri lagi bahwa jabatan atau tahta (kekuasaan) mungkin sudah menjadi magnet bagi setiap orang bahkan diidam-idamkan oleh kebanyakan orang, disamping harta tentunya. Kadang-kadang antara jabatan dan harta, keduanya ibarat sisi mata uang yang saling terkait satu sama lain. Bahkan ada ungkapan umum yang kita dengar yang sudah menjadi pameo di tengah masyarakat, bahwa dengan jabatan orang bisa menjadi kaya atau sebaliknya seseorang harus “kaya” dulu baru bisa dapat jabatan.
Pada hakekatnya, masing-masing kita terlahir sebagai pemimpin minimal sebagai pemimpin bagi diri kita sendiri. Bakat sebagai pemimpin bisa terlihat baik mulai dari sejak kecil atau baru bisa terlihat ketika sudah dewasa. Dalam berbagai literatur tetang kepemimpinan, disebutkan bahwa secara umum munculnya pemimpin dikemukakan dalam beberapa teori.
Teori pertama, menyatakan bahwa seseorang akan menjadi pemimpin karena ia dilahirkan untuk menjadi pemimpin karena ia mempunyai bakat dan pembawaan untuk menjadi pemimpin (leaders are borned not built). Teori ini menyatakan bahwa tidak semua orang bisa menjadi pemimpin, hanya orang-orang yang mempunyai bakat dan pembawaan saja yang bisa menjadi pemimpin.
Teori kedua bertolak belakang dengan teori yang pertama, dimana seseorang akan menjadi pemimpin kalau lingkungan, waktu atau keadaan memungkinkan ia menjadi pemimpin. Menurut teori ini, setiap orang bisa jadi pemimpin asal diberi kesempatan untuk menjadi pemimpin walaupun ia tidak mempunyai bakat atau pembawaan (leaders are built, not borned). Teori inilah yang banyak terjadi di lapangan saat ini. Siapa yang dapat menyangka bahwa seorang Jokowi yang notabene dari rakyat biasa bisa menjadi seorang Presiden.
Ada juga teori lain yang disebut dengan teori situasi. Teori ini menyatakan bahwa setiap orang bisa menjadi pemimpin, tetapi dalam situasi tertentu saja, karena ia mempunyai kelebihan-kelebihan yang diperlukan dalam situasi itu. Dalam situasi lain dimana kelebihan-kelebihannya itu tidak diperlukan, ia tidak akan menjadi pemimpin, bahkan mungkin hanya menjadi pengikut saja.
Syahwat Politik
Berbicara tentang masalah kepemimpinan seringkali identik dengan persoalan jabatan publik baik dalam penyelenggaraan negara (pemerintahan) maupun dalam penyelenggaraan organisasi politik (partai politik) itu sendiri. Pemimpin yang menjadi pejabat publik secara tidak langsung akan menjadi sorotan masyarakat baik terkait kinerja maupun perilaku yang bersangkutan. Berbagai fenomena kinerja dan perilaku pemimpin publik telah menjadi catatan penting dalam sejarah perjalanan bangsa ini pasca reformasi, baik dari sisi positif maupun negatif.
Dari sisi positif, seperti fenomena lahirnya pemimpin sederhana yang dicintai oleh rakyatnya, sebut saja yang fenomenal seperti Risma (Walikota Surabaya) dan Ridwan Kamil (Walikota Bandung). Para pemimpin ini bekerja memang untuk rakyat dan selalu dekat dengan denyut nadi kehidupan rakyat sehingga merasakan langsung susahnya jadi rakyat jelata tanpa aturan protokoler. Begitu juga fenomena lahirnya pemimpin dari kalangan muda seperti Zumi Zola (Gubernur Jambi) dan Sutan Riska (Bupati Dharmasraya).
Sebaliknya, banyak juga sisi negatif yang tercatat akibat dari kinerja dan perilaku pemimpin yang kurang baik. Seperti yang dikatakan sebelumnya bahwa antara jabatan dengan harta adalah dua hal yang saling berdekatan dan bahkan bisa menjebak para pemimpin (pejabat). Sudah banyak pejabat publik yang terperangkap dengan godaan harta tersebut sehingga menjadi tersangka dalam kasus korupsi mulai dari pejabat lembaga tinggi negara hingga kepada pejabat paling bawah sekalipun. Sebut saja seperti Akil Mochtar (mantan Ketua MK), Ratu Atut (mantan Gubernur Banten) hingga yang terhangat sekarang adalah yang melibatkan Ketua DPD RI, Irman Gusman.  
Kedua fenomena di atas merupakan contoh dari apa yang disebut dengan syahwat politik. Setiap pemimpin publik mesti memiliki syahwat politik, karena syahwat politik merupakan keinginan yang luar biasa dari seseorang untuk menggapai ambisinya terutama untuk kepentingan umum (masyarakat). Syahwat politik ini akan menjadi energi positif jika dikelola dengan baik seperti halnya apa yang dilakukan oleh Risma dan Ridwan Kamit. Sebaliknya, syahwat politik akan berdampak negatif jika tidak dikelola dengan baik, misalnya pada kasus Akil, Atut dan pejabat yang terjerat kasus korupsi lainnya. Syahwat politik negatif ini juga menunjukkan adanya kepentingan dan ambisi pribadi yang lebih besar dari pemimpin tersebut, yang mengalahkan kepentingan masyarakat yang dipimpinnya. 
Fenomena pemilihan kepala daerah (pilkada) di berbagai daerah baik tingkat kota/kabupaten ataupun provinsi seringkali melahirkan syahwat politik seseorang. Misalnya, keinginan untuk menjabat untuk yang kedua kalinya setelah satu periode masa bakti berakhir, keinginan untuk menduduki jabatan yang lebih tinggi, misalnya dari mantan bupati atau walikota menjadi calon gubernur, atau malah sebaliknya dari jabatan tertinggi ke jabatan yang lebih rendah seperti dari mantan menteri menjadi calon gubernur atau bahkan menjadi calon walikota, meskipun dari aspek perundang-undangan dibolehkan.
Kasus terkini yang menjadi tontonan menarik dan hangat sebagai contoh fenomena syahwat politik adalah adalah ajang Pilkada DKI Jakarta yang memiliki magnet yang paling besar dibandingkan ajang serupa di daerah lain, karena disamping sebagai ibukota negara RI, Jakarta juga merupakan barometer Indonesia. Banyak kejutan yang diluar dugaan dari calon yang diusung oleh partai politik, yang akhirnya mengerucut pada tiga pasang calon. Masing-masing memiliki kans yang besar untuk memenangi kontes “DKI Idol” ini. Selain itu, kontes ini juga telah mengeliminasi beberapa calon yang notabene adalah beberapa tokoh nasional.
Terlepas dari itu semua, siapa pun yang sudah mengikrarkan dirinya untuk menjadi seorang pemimpin (pejabat publik) baik baru pada sampai bakal calon (balon) atau calon, harus memiliki semangat membangun daerah atau negara ini, yang diwujudkan dengan aksi yang nyata dan bukan hanya sekedar retorika dan juga bukan hanya karena akan mencalonkan diri sebagai balon ataupun calon dalam sebuah “alek besar” yang bernama Pilkada ataupun Pemilu. Semangat itu haruslah tumbuh dari hati yang paling dalam yang dilandasi oleh niat yang ikhlas dan totalitas.
Kenyataannya memang banyak kita saksikan, bahwa ketika mendekati ajang Pilkada atau Pemilu, betapa banyak terlahir para calon pemimpin yang awalnya bertekat akan membangun masyarakat, tapi ketika tidak terpilih mereka itu sekaan-akan hilang pula ditelan bumi dan parahnya mereka itu juga seperti tak pernah kenal dengan masyarakat kecil lagi sebagaimana dulunya janji mereka. Bahkan mereka mundur secara perlahan bahkan drastis dari panggung kehidupan sosial masyarakat hingga sekurang-kurangnya menunggu sampai jelang siklus lima tahun berikutnya.
Inilah faktanya, bahwa syahwat politik yang besar dari para calon pemimpin yang maju baik sebagai balon maupun sebagai calon dalam ajang Pilkada atau Pemilu kebanyakan hanyalah untuk urusan kepentingan pribadi saja dan bukan untuk kepentingan masyarakat banyak.
Fenomena inilah yang tidak kita harapkan sama sekali. Seyogyanya, setiap pemimpin yang menjadi balon atau calon menjadikan Pilkada ataupun Pemilu ini hanya sebagai ajang kompetisi semata untuk mengukur tingkat penerimaan masyarakat terhadap diri sendiri. Kalah atau menang atau tidak terpilih, tidak boleh menjadi alasan bagi kita untuk “patah arang” atau ‘patah hati” untuk membangun masyarakat sendiri sebagaimana niat awal yang telah diikrarkan.
Untuk itu, niat tulus untuk membangun bangsa dan negara inilah yang sangat kita harapkan. Jadi pemimpin bukanlah satu-satunya cara untuk bisa membangun bangsa dan negara ini. Justru dalam posisi dan keadaan bagaimanapun pun kita harus tetap merasa terpanggil untuk membangun bangsa dan negara tercinta ini secara terus menerus dan berkelanjutan. Jadilah seorang pemimpin sejati yang memiliki syahwat politik positif dengan mengedepankan naluri kepemimpinan untuk orang banyak dan sebaliknya meninggalkan syahwat politik negatif yang hanya bersifat semu dan sesaat.


Senin, 19 September 2016

FORUM GALENIKA


Forum Galenika (FG) merupakan forum diskusi minimal 1 kali sebulan yang diadakan untuk membahas isu-isu aktual (update) sesuai perkembangan IPTEK Kefarmasian termasuk masalah regulasi dan lainnya. 

Forum ini untuk pertama kali dilaunching pada hari Rabu, tanggal 31 Agustus 2016 dengan bets I berupa topik softskill education yang diberikan oleh Ir.Lukman Jamaludin, seorang trainer lulusan ITS.

Sesuai dengan namanya, FG ini sesuai asal katanya dari Galenika yang berarti sari dari bahan alami. Maknanya bahwa dari diskusi yang berbasis kajian ilmiah akan terlahir sari (solusi) yang dapat bermanfaat bagi pengembangan keilmuan dan wawasan kefarmasian.

Galenika juga merupakan singkatan dari:
1. menjaGA profesionaLismE daN Kompetensi Apoteker
2. menjaGA tradisi LoEhur jabataN KefarmasiAn

Untuk bets II, dilaksanakan pada hari rabu, tanggal 21 September 2016
dengan tema: Menyingkap rahasia QS An Nahl, ayat 68 dan 69 (Obat: madu atau propilis..?)
dengan narasumber: Dr. Jasmi (dosen STKIP PGRI Sumbar, pakar lebah), Prof. Dr. Syahrudin (dosen IAIN IB, ahli tafsir al Quran) dan Prof. Dr. Amahdy A (dosen Farmasi Unand, pakar farmakologi)

Bets III dilaksnakan pada hari Rabu, 19 Oktober 2016 dengan topik: CPOB, antara arapan dan kenyataan. Narasumber: Letkol Dr. Simorangkir, M.Si, Apt, dari LAFIAD

Bets IV, hari Senen, 31 Oktober 2016 dengan topik: farmasi klinis dengan narasumber dosen dari MSU Malaysia dan Yandi Syukri, M.Si., Apt dari UII

Jumat, 09 September 2016

ApotekR (AKSI PROMOTIF KEFARMASIAN)

ApotekR adalah komunitas sosial bagi para apoteker, mahasiswa apoteker ataupun calon mahasiswa apoteker yang fokus dalam gerakan aksi promotif kefarmasian




OFI dari tahun ke tahun









OLIMPIADE FARMASI INDONESIA (OFI)

OFI untuk pertama kali digagas oleh Syofyan, S.Si., M.Farm, Apt dan dilaksanakan di Fakultas Farmasi Universitas Andalas Padang tahun 2009 bersamaan dengan dies natalis ke-45 Fakultas Farmasi Universitas Andalas dan mendapat dukungan dari Dirjen DIKTI dalam bentuk pemberian piala bergilir untuk peserta perguruan tinggi yang memperoleh juara umum. OFI ini memperlombakan 2 bidang ilmu yaitu farmasetik/farmasi sains dan farmakologi / farmasi klinis.


Sabtu, 27 Agustus 2016

APOTEKER CILIK

Poster program APOCIL dalam kegiatan IbM DIKTI 2015


Penyerahan hadiah pemenang lomba menggambar

Foto bersama dengan Ketua Umum PP IAI Bapak Nurul Falah, Dekan Farmasi Unand Bapak Prof Dr Helmi Arifin saat lomba menggambar bagi apoteker cilik dalam rangka Rakernas dan PIT IAI 10 Mei 2015 di Bukittiggi

Pelatihan apocil di SD 08 Marunggi, 18 April 2015

Pelatihan apocil di SD 08 Marunggi, 2 Mei 2015

Artikel : Obat Bermerek Bukan Berarti Obat Paten

OBAT BERMEREK BUKAN BERARTI OBAT PATEN
(Syofyan, Dosen Fakultas Farmasi Unand)

            “ Program Jamkesmas tujuan utamanya membebaskan pasien miskin dari segala bentuk biaya pelayanan dan pengobatan. Jika pada kasus tertentu pasien harus menggunakan obat di luar pedoman Jamkesmas, pihak rumah sakit tetap menyediakan obat tersebut. …hanya saja penggunaan obat paten tersebut berdasarkan kebutuhan pasien yang diresepkan dokter….“
“…banyak masyarakat yang tidak mengetahui banyak obat paten yang bisa ditukar dengan obat generik….”  (Padang Ekpres, 4 Maret 2010, hal. 15).
Jika dibaca sekilas, memang tidak ada yang salah dari penggalan pernyataan yang diungkapkan oleh narasumber yang menjelaskan tentang  Jamkesmas dan ketersediaan obat generik ini. Namun jika dipahami secara keseluruhan dari konteks pernyataan di atas,  sebenarnya ada sesuatu yang keliru disini yaitu menyangkut penggunaan istilah “obat paten”. Kelihatannya memang sepele, tapi mempunyai dampak luar biasa terutama bagi masyarakat awam. Lantas apa yang salah dengan istilah “obat paten” ini?
Secara umum, obat  dikelompokkan ke dalam dua kategori yaitu obat paten dan obat generik. Obat paten/innovator, yaitu obat dengan zat aktif pertama ditemukan oleh suatu industri farmasi. Obat ini dilindungi oleh hak paten sampai masa patennya expired. Menurut ketentuan perundang-undangan, obat paten yang sudah habis masa berlakunya dinyatakan sebagai obat generik. Obat generik biasanya menggunakan tata nama resmi kimia dari Farmakope dan ini disebut obat generik, contohnya Amoxicillin dari Indofama, Kimia Farma dan Phapros. Untuk menyatakan bahwa obat generik tersebut diproduksi oleh pabrik obat yang sudah mendapatkan sertifikat Cara Produksi Obat yang Baik (CPOB) maka dalam penandaannya diberi logo khusus. Logo ini sekaligus menyatakan bahwa obat tersebut sudah terjamin mutunya. Obat generik seperti ini sering disebut Obat Generik Berlogo (OGB). Selain itu, industri farmasi juga dapat mendaftarkan obat generik tersebut dengan nama dagang sesuai UU No 14, tahun 2001 tentang merek, dan inilah yang dikenal sebagai branded generic (obat generik dengan nama dagang). Jadi sebenarnya obat ini tetap merupakan obat generik, namun diberi merek sehingga mestinya disebut sebagai Obat Generik Bermerek (OGM). Contohnya adalah Amoksil®,  yang  mengandung Amoksisilin.
Kenyataannya di tengah masyarakat justru berkembang persepsi bahwa obat generik bermerek ini merupakan ”obat paten”. Suatu persepsi yang sangat keliru tapi sudah dianggap sebagai suatu pembenaran. Buktinya, memang tidak ada yang menyanggahnya termasuk para tenaga medis sendiri. Itulah sebabnya, kutipan berita di atas, membuktikan betapa penggunaan istilah ”obat paten” sungguh sudah mewabah atau sudah berdampak sistemik. Dikatakan berdampak sistemik, karena memang pemakain istilah ini sudah sangat meluas, tidak terkecuali oleh tenaga medis sekalipun.
Obat generik bermerek karena mengunakan merek tertentu, maka dapat dilindungi mereknya sebagai hak merek dan terdaftar di Direktorat Paten. Ini kemungkinan penyebab kenapa obat ini sering disamakan dengan ”obat paten”. Akan tetapi, istilah paten ini dikonotasikan dengan makna lain yaitu sesuatu yang paling baik, manjur, berkualitas dan lain sebagainya. Gencarnya iklan obat generik bermerek dimedia cetak dan elektronik yang cendrung menyesatkan, membuat obat ini semakin dikenal masyarakat sebagai ”obat paten” dengan pengertian di atas sehingga makin menambah kaburnya makna obat generik bermerek yang sejatinya juga adalah obat generik bukan obat paten. 
Persepsi yang sangat keliru ini berbuah kepada semakin terpojoknya posisi obat generik berlogo. Obat generik berlogo ini sendiri malah dicap sebagai obat kelas dua, obat puskesmas, obat untuk masyarakat miskin, obat tidak bergengsi, obat curah dan obat dengan mutu yang tidak terjamin dan tidak ampuh. Fenomena ini sungguh sangat memprihatinkan. Tanpa disadari, hampir kebanyakan kita mulai dari orang terdidik sampai kepada masyarakat awam, dari orang dewasa sampai kepada anak kecil dan dari kota sampai ke pelosok desa kita sudah terjebak dengan pengaburan makna obat generik ini.  Beginilah nasib obat generik berlogo, tidak dilirik dan mulai terpojok sementara  obat generik bermerek semakin disanjung. Padahal banyak riset membuktikan, mutu obat generik berlogo tidak kalah dibandingkan dengan obat generik bermerek, bahkan beberapa diantaranya ternyata lebih unggul.
Data dari Pusat Komunikasi Publik, Kemenkes, menunjukkan bahwa market share produk obat generik berlogo sangat rendah dimana pada tahun 2005 hanya sebesar 10,70% dan kemudian cendrung turun menjadi 7,20% tahun 2009 meskipun pasar obat nasional naik. Rendahnya penggunaan obat generik berlogo  ini menunjukkan ada yang salah selama ini dalam menjelaskan tentang obat generik berlogo. Sosialisasi yang selama ini dilakukan oleh pemerintah ternyata tidak begitu membuahkan hasil.
Kondisi seperti ini mendorong pemerintah dalam hal ini Kementrian Kesehatan membuat program revitalisasi penggunaan obat generik berlogo sebagai salah satu program 100 hari kerjanya. Revitalisasi penggunaan obat generik berlogo yang saat ini tengah dilakukan pastilah akan bernasib sama jika akar permasalahan dalam penggunan obat generik ini tidak tersentuh. Lantas apa akar dari permasalahan ini semua? Jawabannya tidak lain  adalah persepsi keliru masyarakat terkait obat generik ini. Oleh sebab itu dalam program revitalisasi ini  perlu suatu upaya dan terobosan lain yang lebih komprehensif agar persepsi keliru ini dapat terkikis habis dari pola pikir masyarakat. Selagi persepsi keliru ini masih ada, maka bagaimana pun bentuk program yang dilakukan oleh Pemerintah tidaklah akan memberikan hasil yang memuaskan. Oleh sebab itu, upaya yang paling tepat sekarang dilakukan adalah bagimana menanamkan kembali pengetahuan yang benar tentang obat generik kepada masyarakat. Jika ini terwujud, maka pasien yang selama ini di depan dokter sebagai objek penderita yang betul-betul menderita dan tidak tahu apa-apa dengan obat lambat laun akan berubah menjadi kritis.  Pada akhirnya, akan timbul kesadaran sendiri dari masyarakat untuk menggunakan obat generik berlogo sebagai salah satu tindakan cerdas terutama dimasa perekonomian yang sulit seperti saat ini. Apalagi biaya obat merupakan biaya terbesar yaitu sekitar 60% dari total biaya pengobatan, sehingga dengan menggunakan obat generik berlogo akan menghemat  pengeluaran. 
Selain itu, peran dokter sebagai ujung tombak dalam sistem pelayanan kesehatan sangat dibutuhkan terutama kedisiplinan dalam menerapkan aturan yang mewajibkan dokter pemerintah untuk memberikan obat generik dalam penulisan resepnya sesuai dengan Permenkes No. HK.02.02/Menkes/068/I/2010.  Dengan hanya menulis obat generik berlogo, berarti dokter tidak lagi menjadi media promosi gratis bagi produsen obat. Selain itu, penulisan obat generik ini secara tidak langsung memberikan kepercayaan kepada masyarkat untuk menentukan pilihan obat yang dipakai sesuai dengan pengetahuan dan kemampuannya.
Hal terpenting lainnya adalah perlunya aturan yang mewajibkan penulisan istilah obat generik bermerek dalam setiap kemasan obat generik bermerek ini, sehingga tidak mengaburkan maknanya yang sesungguhnya juga adalah obat generik. Dari segi harga, obat generik berlogo ditetapkan oleh Pemerintah agar terjangkau oleh masyarakat. Harga obat generik berlogo lebih ekonomis berhubung biaya iklan/promosi tidak sebesar obat generik bermerek. Sementara obat generik bermerek dijual oleh industri yang memproduksinya dengan biaya lain-lain (termasuk biaya iklan/pomosi) yang kemudian harus ditanggung oleh konsumen/pasien.
”Emang kita makan mereknya...?” Demikian bunyi iklan obat generik berlogo yang pernah ditayangkan di media elektronik. Jadi, masih maukah kita menjadi korban dari iklan ”obat paten”?





Metode Pembelajaran Segitiga Aktif Syofyan



 METODE PEMBELAJARAN
SEGITIGA AKTIF SYOFYAN


I.         PENDAHULUAN

Metode Student Centre Learning (SCL) merupakan salah satu model pembelajaran yang dapat diterapkan di kelas yang menuntut peran aktif yang lebih banyak dari mahasiswa. Dosen lebih berfungsi sebagai fasilitator yang membantu mahasiswa mengarahkan proses pembelajaran. Banyak cara pendekatan yang dilakukan dengan metode SCL ini. Salah satunya adalah dengan metode SEGITIGA AKTIF ini yang cocok dilakukan pada kelas dengan jumlah mahasiswa yang cukup banyak. Dalam metode ini mahasiswa dikelompokkan ke dalam 3 kelompok besar dan setiap mahasiswa/kelompok diberikan suatu skenario berupa problem atau masalah yang aktual di lapangan kerja sehingga diharapkan mahasiswa lebih tertarik dan memiliki motivasi tinggi dalam jalannya proses pembelajaran

II.      PELAKSANAAN PEMBELAJARAN

2.1.   SEGITIGA AKTIF MODEL 1

Model ini diberikan jika tiap topik pembelajaran di kelas hanya diberikan oleh 1 orang dosen.

Biasanya tiap matakuliah diasuh oleh 2-3 orang dosen sehingga tiap orang dosen bisa masuk kelas 6-7 kali pertemuan jika timnya 2 orang atau 5 kali pertemuan jika timnya 3 orang. Untuk matakuliah yang diasuh oleh hanya 1 orang dosen, maka otomatis dosen masuk kelas sebanyak 12-16 kali pertemuan.

Tiap topik pembelajaran untuk tiap pertemuan, wajib dibagi lagi atas 3 subtopik yang berbeda. Misalnya, topik pertemuan saat ini adalah uji stabilitas, maka subtopik untuk tiap kelompok adalah sbb: kelompok A uji stabilitas sediaan padat (tablet), kelompok B uji stabilitas sediaan cair (suspensi) dan kelompok C uji stabilitas sediaan semipadat (krim).

Tiap subtopik diuraikan dalam bentuk skenario kasus beserta pertanyaan-pertanyaan kunci yang mengarah kepada learning objective (LO) yang diharapkan pada topik pembelajaran



  1. TAHAP-TAHAP PEMBELAJARAN
1.  Sebelum Pembelajaran

a.  Mahasiswa dalam tiap kelas dibagi atas tiga kelompok besar (A, B dan C) berdasarkan urutan nomor absen kuliah. Misalnya, jika jumlah mahasiswa 60 orang, maka mahasiswa nomor urut absen 1 s/d 20 tergabung dalam kelompok A, nomor urut absen 21 s/d 40 masuk kelompok B, sisanya kelompok C. Tiap mahasiswa wajib membuat kokarde yang berisi No. Urut absen dan nama panggilan yang bisa dibaca dengan jelas.
b.  Tiap pembelajaran, masing-masing kelompok membawa kokarde, kertas chart (dari bahan seperti koran) sebanyak 2-3 lembar, spidol permanen dan lakban, Form 1, 2, 3 dan 4 serta map plastik.
c.   Tiap mahasiswa wajib mempelajari dan mengerjakan tugas-tugas yang terdapat pada skenario kasus yang telah diberikan sebelum pembelajaran dimulai sesuai topik pembelajaran.
d.  Tiap kelompok telah menetapkan 1 ketua, 2 presenter dan 2 co presenter untuk tiap topik pembelajaran. Ketua, presenter dan co presenter ini harus orang yang berbeda sehingga semua anggota kelompok dapat kesempatan yang sama secara bergiliran. Presenter bertugas mempresentasikan subtopik pembelajaran yang ditulis pada kertas chart dan co-presenter bertugas memimpin diskusi kelompok serta mencatat nama dan pertanyaan penanya pada sesi diskusi  antar kelompok serta membantu presenter menjawab pertanyaan.

2. Saat Pembelajaran

a.  Sesi I, diskusi dalam kelompok (30 menit)
1)  Mahasiswa duduk per kelompok A, B atau C.
Sebelum diskusi dimulai, mahasiswa mengisi absen sesuai form 1 dan menyerahkan lembaran pengamatan aktivitas mahasiswa form 4 kepada dosen
2)  Ketua kelompok memimpin diskusi dalam kelompok masing-masing sesuai sub topik yang diperoleh.
3)  Hasil diskusi dituangkan dalam lembar kertas chart dalam bentuk peta konsep yang diharapkan dapat menjawab LO topik pembelajaran
4)  Selama diskusi dalam kelompok, dosen mengamati secara seksama jalannya diskusi, membantu meluruskan arah diskusi sesuai LO serta memberikan catatan atau penilaian sesuai rubrik penilaian (form 4) yang menjadi bahan bagai dosen untuk disampaikan saat diskusi pleno.

b.  Sesi II, diskusi antar kelompok (2 x 25 menit)
1)   Kertas chart ditempel didinding kelas dekat kelompok yang dituju berada
2)   Diskusi Putaran 1
a)  Tiap anggota kelompok tetap duduk di kelompok masing-masing seperti saat diskusi dalam kelompok sesi I.
b) Presenter 1 dan co-presenter 1 kelompok A menuju kelompok B, Presenter 1 dan co-presenter 1 kelompok B menuju kelompok C, dan Presenter 1 dan co-presenter 1 kelompok C menuju kelompok A.
c)  Diskusi dipimpin oleh co presenter yang dimulai dengan presentasi oleh presenter 1 tiap kelompok. Misalnya presenter 1 kelompok A memaparkan kertas chart kelompoknya kepada anggota kelompok B dan dilanjutkan dengan tanya jawab. Co presenter 1 mencatat nama dan pertanyaan penanya dan dijawab oleh presenter dibantu oleh co-presenter 1.
Format catatan diskusi seperti pada Form 2.


d)  Selesai diskusi, presenter 1 dan co-presenter 1 bergabung kembali dengan kelompok masing-masing
e)  Kelompok melakukan penilaian terhadap penampilan/presentasi presenter/co presenter kelompok lain dengan menggunakan Form 3
f)   Selama diskusi berlangsung dosen juga melakukan pengamatan dan mencatat hasil pengamatan dalam Form 4

3)  Diskusi Putaran 2
a)  Anggota kelompok tetap duduk di kelompok masing-masing
b)  Presenter 2 dan co-presenter 2 kelompok A menuju kelompok C, Presenter 2 dan co-presenter 2 kelompok B menuju kelompok A dan Presenter 2 dan co-presenter 2  kelompok C menuju kelompok B.
c)  Diskusi dimulai dan dilakukan kembali seperti putaran 1 dan diakhiri juga dengan penilaian menggunakan Form 3 serta pengamatan menggunakan Form 4

c.  Sesi III, diskusi Kelas (20 menit)
1)   Semua dokumen Form 1, 2 dan 3 masing-masing kelompok dikumpul di map kelompok masing-masing dan diserahkan kepada dosen
2)   Dosen memimpin diskusi kelas dengan terlebih dahulu memberikan evaluasi atau review terhadap jalannya diskusi kelompok sehingga pada pertemuan berikutnya terjadi perbaikan diskusi yang lebih baik
3)   Selanjutnya dosen memberikan rangkuman secara umum terhadap pokok bahasan/topik pembelajaran dan menjelaskan apakah diskusi sudah sesuai dengan LO yang telah ditetapkan. Jika memungkinkan, dosen dapat meluruskan atau menjelaskan kembali hal-hal yang terkait pembahasan skenario berdasarkan catatan dosen di Form 4.
4)   Diakhir pembelajaran, dosen menyampaikan topik untuk pertemuan berikutnya atau memberikan tugas mandiri kepada mahasiswa sesuai topik pembelajaran


2.2.   SEGITIGA AKTIF MODEL 2 (PALING IDEAL)

Model ini diberikan jika tiap topik pembelajaran di kelas diberikan oleh 3 orang dosen dimana tiap kelompok wajib didampingi oleh 1 orang dosen.

Metode ini mewajibkan matakuliah diasuh oleh minimal 3 orang dosen. Pelaksanaan metode ini bisa dilakukan dengan 2 cara yaitu:
1)  Tiap kali pertemuan (14-16 kali pertemuan) ke-3 orang dosen harus masuk kelas.
2)  Jumlah total pertemuan dikurangi dari 14-16 kali pertemuan menjadi 5 – 6 kali pertemuan saja, tapi topik pembelajaran yang dipadatkan.
Artinya, pada cara yang kedua ini, tiap kali pertemuan wajib membahas 3 topik pembelajaran misalnya topik pengembangan metode analisis, uji stabilitas dan uji ekivalen. Cara ini lebih efektif karena tiap dosen hanya masuk 5 kali pertemuan saja jika jumlah dosen 3 orang atau masuk 4 kali pertemuan jika jumlah dosen 4 orang. Jika memungkinkan, lama pertemuan diperpanjang menjadi 2 x 60 menit (120 menit) dengan alokasi waktu 30 menit diskusi dalam kelompok sesi I, 2 x 30 menit diskusi antar kelompok sesi II dan 30 menit diskusi kelas

Secara umum, pelaksanaaan pembelajaran hampir sama dengan model 1 di atas. Bedanya kalau pada model 1, 3 kelompok didampingi oleh hanya oleh 1 orang dosen, maka pada modek 2 ini tiap kelompok didampingi oleh 1 orang dosen sehingga pengamatan dan penilaian kepada individu mahasiswa lebih objektif dan diskusi kelompok akan lebih terarah dan mendalam.

Pada saat diskusi dalam kelompok pada sesi I, dosen langsung duduk di kelompok masing-masing yang telah ditetapkan. Misalnya, dosen ke-1 di kelompok A, dosen ke-2 dikelompok B dan dosen ke-3 dikelompok C. Tiap dosen bertindak seagai fasilitator dan mencatat aktivitas mahasiswa dalam form 4.

Sedangkan pada saat diskusi antar kelompok pada sesi II, dosen juga ikut berpindah ke kelompok lain mengikuti perjalanan presenter dan co presenter kelompoknya. Misalnya pada putaran I, dosen ke-1 di kelompok A menuju kelompok B bersama dengan presenter dan co presenter kelompok A. Begitu juga dosen ke-2 kelompok B ke kelompok C, dan seterusnya. Tujuan dari ikutnya dosen berpindah ke kelompok lain adalah untuk ikut membantu mengarahkan atau memperjelas subtopik yang dibahas agar LO pembelajaran tetap tercapai.

Terakhir saat diskusi pleno atau kelas, ketiga dosen secara bergiliran memberikan review terhadap jalannya diskusi dan hal-hal terkait pencapaian LO tiap subtopik pembelajaran.


III.   ASESMEN
ASPEK
URAIAN
Prosedur
Penilaian dilakukan oleh dosen baik dalam bentuk formatif maupun dalam bentuk sumatif baik selama pembelajaran berlangsung (proses) maupun pada saat ujian akhir

Alat
1.   Tugas mandiri
2.   Peta konsep
3.   Dokumen diskusi kelompok (Form 1 dan 2)
4.   Lembaran Penilaian Kelompok (Form 3)
5.   Lembaran catatan mahasiswa/soft skills (Form 4)
6.   Soal ujian tertulis (ujian akhir)

Komponen
Komponen penilaian terdiri atas:
1.   Penilaian proses
a.    Kehadiran dan Kedisipilinan (10%) à Form 1
b.    Tugas mandiri (15%) à LKM, Peta konsep
c.    Diskusi kelompok/kelas (20%) àForm 2 dan 3
d.    Soft skills meliputi kepemimpinan, tanggung jawab, kerjasama, sikap dan komunikasi (15%) àForm 4
2.   Penilaian hasil
a.    Ujian (40%)


  
Lampiran 1. Form 1 Daftar hadir kelompok

DAFTAR HADIR KELOMPOK
PEMBELAJARAN INDUSTRI FARMASI

A. JADWAL PELAKSANAAN KULIAH
PERTEMUAN KE

TOPIK KE

HARI/TANGGAL

PUKUL


B. IDENTITAS KELOMPOK
KELAS

KELOMPOK

KETUA KELOMPOK

DOSEN


C. DAFTAR HADIR
No
No. Urut Absen
No. BP
Nama
Tanda Tangan
1




2




3




4




5




6




4




5




6




7




8




9




10




11




12




13




14




15




16




17




18




19




20






Lampiran 2. Form 2 Lembar Catatan Pertanyaan

Lembar Catatan Pertanyaan

A. JADWAL PELAKSANAAN KULIAH
TOPIK

HARI/TANGGAL

KELOMPOK
(Tempat presentasi)


B. IDENTITAS PRESENTER DAN COPRESENTER (nama dan no. Urut absen)
KELOMPOK
(Kelompok asal)

PRESENTER

COPRESENTER


C. CATATAN PERTANYAAN (Nama penanya dan pertanyaan)





























Lampiran 3. Form 3 Lembar Penilaian Kelompok oleh Mahasiswa

Lembar Penilaian Kelompok

A. JADWAL PELAKSANAAN KULIAH
TOPIK

HARI/TANGGAL

KELOMPOK PENILAI


B. IDENTITAS PRESENTER DAN COPRESENTER (nama dan no. Urut absen)
KELOMPOK

PRESENTER

COPRESENTER


C. RUBRIK PENILAIAN

No
Aspek Penilaian
Skor Nilai
Baik sekali
5
Baik

4
Agak baik/Cukup
3
Kurang

2
Kurang sekali/Rendah
1
A Presenter
1
Penguasaan materi





2
Sikap





3
Komunikasi





B Peta Konsep
4
Kerapian dan daya tarik





5
Kejelasan konsep





Total Skor (TS)


Nilai Angka (Konversi) = TS/25 x 100



CATATAN:












Lampiran 4. Form 4 Lembar Catatan Aktivitas Mahasiswa oleh Dosen
Lembar Catatan Aktivitas Mahasiswa

A. JADWAL PELAKSANAAN KULIAH
TOPIK

HARI/TANGGAL

KELOMPOK


B. IDENTITAS PRESENTER DAN COPRESENTER
PRESENTER 1

PRESENTER 2

COPRESENTER 1

COPRESENTER 2


C. CATATAN PENGAMATAN (SOFT SKILLS)

No Urut Absen
Nama Mahasiswa
Aspek Pengamatan (Diberi skor 1 – 5)
Kepemimpinan
Tanggung jawab
Kerjasama
Sikap
Komunikasi












































































































































Keterangan:
5 : baik sekali, 4 : baik, 3 : agak baik, sedang (cukup), 2 : kurang, 1 : kurang sekali (rendah)






CATATAN (termasuk nilai peta konsep kelompok):
















































NAMA DOSEN DAN TANDA TANGAN: