Mengajar di Fakultas Farmasi Unversitas Andalas, Praktisi sebagai Apoteker dan Aktif di Komunitas APOTEKR
Rabu, 05 Oktober 2016
Senin, 03 Oktober 2016
PEMIMPIN DAN SYAHWAT POLITIK
Pemimpin dan Syahwat Politik
Oleh Syofyan
Dosen Universitas Andalas
(telah diterbitkan pada halaman OPINI di koran Singgalang, Senen, 4 Oktober 2016)
Berbagai fenomena pemilihan pemimpin (pejabat) baik sebagai pemimpin formal
maupun non formal seringkali menjadi isu penting dan hangat untuk dibicarakan.
Baik dikalangan masyarakat awam, akedemisi apalagi dikalangan politisi. Tidak
dapat dipungkiri lagi bahwa jabatan atau tahta (kekuasaan) mungkin sudah menjadi
magnet bagi setiap orang bahkan diidam-idamkan oleh kebanyakan orang, disamping
harta tentunya. Kadang-kadang antara jabatan dan harta, keduanya ibarat sisi
mata uang yang saling terkait satu sama lain. Bahkan ada ungkapan umum yang
kita dengar yang sudah menjadi pameo di tengah masyarakat, bahwa dengan jabatan
orang bisa menjadi kaya atau sebaliknya seseorang harus “kaya” dulu baru bisa
dapat jabatan.
Pada hakekatnya, masing-masing kita terlahir sebagai pemimpin minimal
sebagai pemimpin bagi diri kita sendiri. Bakat sebagai pemimpin bisa terlihat
baik mulai dari sejak kecil atau baru bisa terlihat ketika sudah dewasa. Dalam
berbagai literatur tetang kepemimpinan, disebutkan bahwa secara umum munculnya pemimpin dikemukakan dalam beberapa teori.
Teori
pertama, menyatakan
bahwa seseorang akan menjadi pemimpin karena ia dilahirkan untuk menjadi
pemimpin karena ia mempunyai bakat dan pembawaan untuk menjadi pemimpin (leaders are borned not built). Teori ini menyatakan bahwa tidak semua orang bisa menjadi pemimpin,
hanya orang-orang yang mempunyai bakat dan pembawaan saja yang bisa menjadi
pemimpin.
Teori
kedua
bertolak belakang dengan teori yang pertama, dimana seseorang akan menjadi pemimpin kalau
lingkungan, waktu atau keadaan memungkinkan ia menjadi pemimpin. Menurut teori ini, setiap orang bisa jadi pemimpin asal diberi kesempatan untuk
menjadi pemimpin walaupun ia tidak mempunyai bakat atau pembawaan (leaders are built, not borned). Teori inilah yang banyak terjadi di lapangan saat ini.
Siapa yang dapat menyangka bahwa seorang Jokowi yang notabene dari rakyat biasa
bisa menjadi seorang Presiden.
Ada juga teori
lain
yang disebut dengan teori situasi. Teori ini menyatakan bahwa setiap orang bisa menjadi
pemimpin, tetapi dalam situasi tertentu saja, karena ia mempunyai kelebihan-kelebihan yang diperlukan
dalam situasi itu. Dalam situasi lain dimana kelebihan-kelebihannya itu tidak
diperlukan, ia tidak akan menjadi pemimpin, bahkan mungkin hanya menjadi
pengikut saja.
Syahwat
Politik
Berbicara tentang masalah
kepemimpinan seringkali identik dengan persoalan jabatan publik baik dalam
penyelenggaraan negara (pemerintahan) maupun dalam penyelenggaraan organisasi
politik (partai politik) itu sendiri. Pemimpin yang menjadi pejabat publik secara
tidak langsung akan menjadi sorotan masyarakat baik terkait kinerja maupun
perilaku yang bersangkutan. Berbagai fenomena kinerja dan perilaku pemimpin publik
telah menjadi catatan penting dalam sejarah perjalanan bangsa ini pasca
reformasi, baik dari sisi positif maupun negatif.
Dari sisi positif, seperti
fenomena lahirnya pemimpin sederhana yang dicintai oleh rakyatnya, sebut saja
yang fenomenal seperti Risma (Walikota Surabaya) dan Ridwan Kamil (Walikota
Bandung). Para pemimpin ini bekerja
memang untuk rakyat dan selalu dekat dengan denyut nadi
kehidupan rakyat sehingga merasakan langsung susahnya jadi rakyat jelata tanpa
aturan protokoler. Begitu juga fenomena lahirnya pemimpin dari kalangan muda seperti Zumi Zola
(Gubernur Jambi) dan Sutan Riska (Bupati Dharmasraya).
Sebaliknya, banyak juga
sisi negatif yang tercatat akibat dari kinerja dan perilaku pemimpin yang
kurang baik. Seperti yang dikatakan sebelumnya bahwa antara jabatan dengan
harta adalah dua hal yang saling berdekatan dan bahkan bisa menjebak para
pemimpin (pejabat). Sudah banyak pejabat publik yang terperangkap dengan godaan
harta tersebut sehingga menjadi tersangka dalam kasus korupsi mulai dari
pejabat lembaga tinggi negara hingga kepada pejabat paling bawah sekalipun.
Sebut saja seperti Akil Mochtar (mantan Ketua MK), Ratu Atut (mantan Gubernur
Banten) hingga yang terhangat sekarang adalah yang melibatkan Ketua DPD RI,
Irman Gusman.
Kedua fenomena di atas
merupakan contoh dari apa yang disebut dengan syahwat politik. Setiap pemimpin
publik mesti memiliki syahwat politik, karena syahwat politik merupakan
keinginan yang luar biasa dari seseorang untuk menggapai ambisinya terutama
untuk kepentingan umum (masyarakat). Syahwat politik ini akan menjadi energi
positif jika dikelola dengan baik seperti halnya apa yang dilakukan oleh Risma
dan Ridwan Kamit. Sebaliknya, syahwat politik akan berdampak negatif jika tidak
dikelola dengan baik, misalnya pada kasus Akil, Atut dan pejabat yang terjerat
kasus korupsi lainnya. Syahwat politik negatif ini juga menunjukkan adanya kepentingan dan ambisi pribadi yang lebih
besar dari pemimpin tersebut, yang mengalahkan kepentingan masyarakat yang
dipimpinnya.
Fenomena pemilihan kepala daerah (pilkada) di
berbagai daerah baik tingkat kota/kabupaten ataupun provinsi seringkali
melahirkan syahwat politik seseorang. Misalnya, keinginan untuk menjabat untuk
yang kedua kalinya setelah satu periode masa bakti berakhir, keinginan untuk menduduki
jabatan yang lebih tinggi, misalnya dari mantan bupati atau walikota menjadi calon
gubernur, atau malah sebaliknya dari jabatan tertinggi ke jabatan yang lebih
rendah seperti dari mantan menteri menjadi calon gubernur atau bahkan menjadi calon
walikota, meskipun dari aspek perundang-undangan dibolehkan.
Kasus terkini yang menjadi tontonan menarik dan hangat sebagai contoh
fenomena syahwat politik adalah adalah ajang Pilkada DKI Jakarta yang memiliki
magnet yang paling besar dibandingkan ajang serupa di daerah lain, karena disamping
sebagai ibukota negara RI, Jakarta juga merupakan barometer Indonesia. Banyak
kejutan yang diluar dugaan dari calon yang diusung oleh partai politik, yang
akhirnya mengerucut pada tiga pasang calon. Masing-masing memiliki kans yang
besar untuk memenangi kontes “DKI Idol”
ini. Selain itu, kontes ini juga telah mengeliminasi beberapa calon yang
notabene adalah beberapa tokoh nasional.
Terlepas dari itu semua,
siapa pun yang sudah mengikrarkan dirinya untuk menjadi seorang pemimpin
(pejabat publik) baik baru pada sampai bakal calon (balon) atau calon, harus
memiliki semangat membangun daerah atau negara ini, yang diwujudkan dengan aksi
yang nyata dan bukan hanya sekedar retorika dan juga bukan hanya karena akan
mencalonkan diri sebagai balon ataupun calon dalam sebuah “alek besar” yang
bernama Pilkada ataupun Pemilu. Semangat itu haruslah tumbuh dari hati yang
paling dalam yang dilandasi oleh niat yang ikhlas dan totalitas.
Kenyataannya memang banyak
kita saksikan, bahwa ketika mendekati ajang Pilkada atau Pemilu, betapa banyak
terlahir para calon pemimpin yang awalnya bertekat akan membangun masyarakat,
tapi ketika tidak terpilih mereka itu sekaan-akan hilang pula ditelan bumi dan
parahnya mereka itu juga seperti tak pernah kenal dengan masyarakat kecil lagi
sebagaimana dulunya janji mereka. Bahkan mereka mundur secara perlahan bahkan
drastis dari panggung kehidupan sosial masyarakat hingga sekurang-kurangnya
menunggu sampai jelang siklus lima tahun berikutnya.
Inilah faktanya, bahwa syahwat
politik yang besar dari para calon pemimpin yang maju baik sebagai balon maupun
sebagai calon dalam ajang Pilkada atau Pemilu kebanyakan hanyalah untuk urusan
kepentingan pribadi saja dan bukan untuk kepentingan masyarakat banyak.
Fenomena inilah yang tidak
kita harapkan sama sekali. Seyogyanya, setiap pemimpin yang menjadi balon atau
calon menjadikan Pilkada ataupun Pemilu ini hanya sebagai ajang kompetisi semata
untuk mengukur tingkat penerimaan masyarakat terhadap diri sendiri. Kalah atau
menang atau tidak terpilih, tidak boleh menjadi alasan bagi kita untuk “patah
arang” atau ‘patah hati” untuk membangun masyarakat sendiri sebagaimana niat
awal yang telah diikrarkan.
Untuk itu, niat tulus
untuk membangun bangsa dan negara inilah yang sangat kita harapkan. Jadi
pemimpin bukanlah satu-satunya cara untuk bisa membangun bangsa dan negara ini.
Justru dalam posisi dan keadaan bagaimanapun pun kita harus tetap merasa
terpanggil untuk membangun bangsa dan negara tercinta ini secara terus menerus
dan berkelanjutan. Jadilah seorang pemimpin sejati yang memiliki syahwat
politik positif dengan mengedepankan naluri kepemimpinan untuk orang banyak dan
sebaliknya meninggalkan syahwat politik negatif yang hanya bersifat semu dan
sesaat.
Senin, 19 September 2016
FORUM GALENIKA
Forum Galenika (FG) merupakan forum diskusi minimal 1 kali sebulan yang diadakan untuk membahas isu-isu aktual (update) sesuai perkembangan IPTEK Kefarmasian termasuk masalah regulasi dan lainnya.
Forum ini untuk pertama kali dilaunching pada hari Rabu, tanggal 31 Agustus 2016 dengan bets I berupa topik softskill education yang diberikan oleh Ir.Lukman Jamaludin, seorang trainer lulusan ITS.
Sesuai dengan namanya, FG ini sesuai asal katanya dari Galenika yang berarti sari dari bahan alami. Maknanya bahwa dari diskusi yang berbasis kajian ilmiah akan terlahir sari (solusi) yang dapat bermanfaat bagi pengembangan keilmuan dan wawasan kefarmasian.
Galenika juga merupakan singkatan dari:
1. menjaGA profesionaLismE daN Kompetensi Apoteker
2. menjaGA tradisi LoEhur jabataN KefarmasiAn
Untuk bets II, dilaksanakan pada hari rabu, tanggal 21 September 2016
dengan tema: Menyingkap rahasia QS An Nahl, ayat 68 dan 69 (Obat: madu atau propilis..?)
dengan narasumber: Dr. Jasmi (dosen STKIP PGRI Sumbar, pakar lebah), Prof. Dr. Syahrudin (dosen IAIN IB, ahli tafsir al Quran) dan Prof. Dr. Amahdy A (dosen Farmasi Unand, pakar farmakologi)
Bets III dilaksnakan pada hari Rabu, 19 Oktober 2016 dengan topik: CPOB, antara arapan dan kenyataan. Narasumber: Letkol Dr. Simorangkir, M.Si, Apt, dari LAFIAD
Bets IV, hari Senen, 31 Oktober 2016 dengan topik: farmasi klinis dengan narasumber dosen dari MSU Malaysia dan Yandi Syukri, M.Si., Apt dari UII
Jumat, 09 September 2016
ApotekR (AKSI PROMOTIF KEFARMASIAN)
ApotekR adalah komunitas sosial bagi para apoteker, mahasiswa apoteker ataupun calon mahasiswa apoteker yang fokus dalam gerakan aksi promotif kefarmasian
OLIMPIADE FARMASI INDONESIA (OFI)
OFI untuk
pertama kali digagas oleh Syofyan, S.Si., M.Farm, Apt dan dilaksanakan di Fakultas Farmasi Universitas
Andalas Padang tahun 2009 bersamaan dengan dies natalis ke-45 Fakultas Farmasi
Universitas Andalas dan mendapat
dukungan dari Dirjen DIKTI dalam bentuk pemberian piala bergilir untuk
peserta perguruan tinggi yang memperoleh juara umum. OFI ini memperlombakan 2
bidang ilmu yaitu farmasetik/farmasi sains dan farmakologi / farmasi klinis.
Sabtu, 27 Agustus 2016
APOTEKER CILIK
Poster program APOCIL dalam kegiatan IbM DIKTI 2015
Penyerahan hadiah pemenang lomba menggambar
Foto bersama dengan Ketua Umum PP IAI Bapak Nurul Falah, Dekan Farmasi Unand Bapak Prof Dr Helmi Arifin saat lomba menggambar bagi apoteker cilik dalam rangka Rakernas dan PIT IAI 10 Mei 2015 di Bukittiggi
Pelatihan apocil di SD 08 Marunggi, 18 April 2015
Pelatihan apocil di SD 08 Marunggi, 2 Mei 2015
|
Artikel : Obat Bermerek Bukan Berarti Obat Paten
OBAT
BERMEREK BUKAN BERARTI OBAT PATEN
(Syofyan,
Dosen Fakultas Farmasi Unand)
“
Program Jamkesmas tujuan utamanya membebaskan pasien miskin dari segala bentuk
biaya pelayanan dan pengobatan. Jika pada kasus tertentu pasien harus
menggunakan obat di luar pedoman Jamkesmas, pihak rumah sakit tetap menyediakan
obat tersebut. …hanya saja penggunaan obat paten tersebut berdasarkan kebutuhan
pasien yang diresepkan dokter….“
“…banyak
masyarakat yang tidak mengetahui banyak obat paten yang bisa ditukar dengan
obat generik….” (Padang Ekpres, 4 Maret
2010, hal. 15).
Jika dibaca
sekilas, memang tidak ada yang salah dari penggalan pernyataan yang diungkapkan
oleh narasumber yang menjelaskan tentang Jamkesmas dan ketersediaan obat generik ini. Namun
jika dipahami secara keseluruhan dari konteks pernyataan di atas, sebenarnya ada sesuatu yang keliru disini yaitu
menyangkut penggunaan istilah “obat paten”. Kelihatannya memang sepele, tapi
mempunyai dampak luar biasa terutama bagi masyarakat awam. Lantas apa yang salah
dengan istilah “obat paten” ini?
Secara umum,
obat dikelompokkan ke dalam dua kategori
yaitu obat
paten dan obat generik. Obat
paten/innovator, yaitu obat dengan zat aktif pertama ditemukan oleh
suatu industri farmasi. Obat ini dilindungi oleh hak paten sampai masa patennya
expired. Menurut ketentuan
perundang-undangan, obat paten yang sudah habis masa berlakunya dinyatakan
sebagai obat generik. Obat generik biasanya menggunakan tata nama resmi kimia
dari Farmakope dan ini disebut obat generik, contohnya
Amoxicillin dari Indofama, Kimia Farma dan Phapros. Untuk
menyatakan bahwa obat generik tersebut diproduksi oleh pabrik obat yang sudah
mendapatkan sertifikat Cara Produksi Obat yang Baik (CPOB) maka dalam
penandaannya diberi logo khusus. Logo ini sekaligus menyatakan bahwa obat
tersebut sudah terjamin mutunya. Obat generik seperti ini sering disebut Obat
Generik Berlogo (OGB). Selain itu, industri farmasi juga dapat mendaftarkan obat
generik tersebut dengan nama dagang sesuai UU No 14, tahun 2001 tentang merek,
dan inilah yang dikenal sebagai branded generic (obat generik dengan
nama dagang). Jadi sebenarnya obat ini tetap merupakan obat generik, namun
diberi merek sehingga mestinya disebut sebagai Obat Generik Bermerek (OGM). Contohnya
adalah Amoksil®, yang mengandung Amoksisilin.
Kenyataannya di tengah masyarakat
justru berkembang persepsi bahwa obat generik bermerek ini merupakan ”obat
paten”. Suatu persepsi yang sangat keliru tapi sudah dianggap sebagai suatu pembenaran.
Buktinya, memang tidak ada yang menyanggahnya termasuk para tenaga medis sendiri.
Itulah sebabnya, kutipan berita di atas, membuktikan betapa penggunaan istilah
”obat paten” sungguh sudah mewabah atau sudah berdampak sistemik. Dikatakan berdampak sistemik, karena memang pemakain
istilah ini sudah sangat meluas, tidak terkecuali oleh tenaga medis sekalipun.
Obat generik bermerek karena mengunakan
merek tertentu, maka dapat dilindungi mereknya sebagai hak merek dan terdaftar
di Direktorat Paten. Ini kemungkinan penyebab kenapa obat ini sering disamakan
dengan ”obat paten”. Akan tetapi, istilah paten ini dikonotasikan dengan makna
lain yaitu sesuatu yang paling baik, manjur, berkualitas dan lain sebagainya. Gencarnya
iklan obat generik bermerek dimedia cetak dan elektronik yang cendrung
menyesatkan, membuat obat ini semakin dikenal masyarakat sebagai ”obat paten”
dengan pengertian di atas sehingga makin menambah kaburnya makna obat generik
bermerek yang sejatinya juga adalah obat generik bukan obat paten.
Persepsi yang sangat keliru ini berbuah
kepada semakin terpojoknya posisi obat generik berlogo. Obat generik berlogo ini
sendiri malah dicap sebagai obat kelas dua, obat puskesmas, obat
untuk masyarakat miskin, obat tidak bergengsi, obat curah dan obat dengan mutu
yang tidak terjamin dan tidak ampuh. Fenomena ini sungguh sangat
memprihatinkan. Tanpa disadari, hampir kebanyakan kita mulai dari orang
terdidik sampai kepada masyarakat awam, dari orang dewasa sampai kepada anak
kecil dan dari kota sampai ke pelosok desa kita sudah terjebak dengan pengaburan
makna obat generik ini. Beginilah nasib
obat generik berlogo, tidak dilirik dan mulai terpojok sementara obat generik bermerek semakin disanjung.
Padahal banyak riset membuktikan, mutu obat generik berlogo tidak kalah
dibandingkan dengan obat generik bermerek, bahkan beberapa diantaranya ternyata
lebih unggul.
Data dari Pusat
Komunikasi Publik, Kemenkes, menunjukkan bahwa market share produk obat
generik berlogo sangat rendah dimana pada tahun 2005 hanya sebesar 10,70% dan
kemudian cendrung turun menjadi 7,20% tahun 2009 meskipun pasar obat nasional
naik. Rendahnya penggunaan obat generik
berlogo ini menunjukkan ada
yang salah selama ini dalam menjelaskan tentang obat generik berlogo. Sosialisasi
yang selama ini dilakukan oleh pemerintah ternyata tidak begitu membuahkan
hasil.
Kondisi seperti ini mendorong
pemerintah dalam hal ini Kementrian Kesehatan membuat program revitalisasi penggunaan
obat generik berlogo sebagai salah satu program 100 hari kerjanya. Revitalisasi
penggunaan obat generik berlogo yang saat ini tengah dilakukan pastilah akan
bernasib sama jika akar permasalahan dalam penggunan obat generik ini tidak
tersentuh. Lantas apa akar dari permasalahan ini semua? Jawabannya
tidak lain adalah persepsi keliru
masyarakat terkait obat generik ini. Oleh sebab itu dalam program
revitalisasi ini perlu suatu upaya dan
terobosan lain yang lebih komprehensif agar persepsi keliru ini dapat terkikis
habis dari pola pikir masyarakat. Selagi persepsi keliru ini masih ada, maka
bagaimana pun bentuk program yang dilakukan oleh Pemerintah tidaklah akan
memberikan hasil yang memuaskan. Oleh sebab itu, upaya yang paling tepat
sekarang dilakukan adalah bagimana menanamkan kembali pengetahuan yang benar
tentang obat generik kepada masyarakat. Jika ini terwujud, maka pasien yang
selama ini di depan dokter sebagai objek penderita yang betul-betul menderita
dan tidak tahu apa-apa dengan obat lambat laun akan berubah menjadi
kritis. Pada akhirnya, akan timbul
kesadaran sendiri dari masyarakat untuk menggunakan obat generik berlogo
sebagai salah satu tindakan cerdas terutama dimasa perekonomian yang sulit
seperti saat ini. Apalagi biaya obat merupakan biaya
terbesar yaitu sekitar 60% dari total biaya pengobatan, sehingga dengan
menggunakan obat generik berlogo akan menghemat
pengeluaran.
Selain itu, peran dokter sebagai ujung
tombak dalam sistem pelayanan kesehatan sangat dibutuhkan terutama kedisiplinan
dalam menerapkan aturan yang mewajibkan dokter pemerintah untuk memberikan obat
generik dalam penulisan resepnya sesuai dengan Permenkes
No. HK.02.02/Menkes/068/I/2010. Dengan hanya menulis obat
generik berlogo, berarti dokter tidak lagi menjadi media promosi gratis bagi
produsen obat. Selain itu, penulisan obat generik ini secara tidak langsung
memberikan kepercayaan kepada masyarkat untuk menentukan pilihan obat yang
dipakai sesuai dengan pengetahuan dan kemampuannya.
Hal terpenting lainnya adalah perlunya
aturan yang mewajibkan penulisan istilah obat generik bermerek dalam setiap
kemasan obat generik bermerek ini, sehingga tidak mengaburkan maknanya yang
sesungguhnya juga adalah obat generik. Dari segi harga, obat generik berlogo
ditetapkan oleh Pemerintah agar terjangkau oleh masyarakat. Harga obat generik
berlogo lebih ekonomis berhubung biaya iklan/promosi tidak sebesar obat generik
bermerek. Sementara obat generik bermerek dijual oleh industri yang
memproduksinya dengan biaya lain-lain (termasuk biaya iklan/pomosi) yang
kemudian harus ditanggung oleh konsumen/pasien.
”Emang kita makan mereknya...?”
Demikian bunyi iklan obat generik berlogo yang pernah ditayangkan di media
elektronik. Jadi, masih maukah kita menjadi korban dari iklan ”obat
paten”?
Metode Pembelajaran Segitiga Aktif Syofyan
METODE PEMBELAJARAN
SEGITIGA
AKTIF SYOFYAN
I.
PENDAHULUAN
Metode Student Centre Learning
(SCL) merupakan salah satu model pembelajaran yang dapat diterapkan di kelas
yang menuntut peran aktif yang lebih banyak dari mahasiswa. Dosen lebih
berfungsi sebagai fasilitator yang membantu mahasiswa mengarahkan proses
pembelajaran. Banyak cara pendekatan yang dilakukan dengan metode SCL ini.
Salah satunya adalah dengan metode SEGITIGA AKTIF ini yang cocok dilakukan pada
kelas dengan jumlah mahasiswa yang cukup banyak. Dalam metode ini mahasiswa
dikelompokkan ke dalam 3 kelompok besar dan setiap mahasiswa/kelompok diberikan
suatu skenario berupa problem atau masalah yang aktual di lapangan kerja
sehingga diharapkan mahasiswa lebih tertarik dan memiliki motivasi tinggi dalam
jalannya proses pembelajaran
II.
PELAKSANAAN PEMBELAJARAN
2.1. SEGITIGA AKTIF MODEL 1
Model ini diberikan jika tiap topik
pembelajaran di kelas hanya diberikan oleh 1 orang dosen.
Biasanya tiap matakuliah diasuh oleh 2-3 orang dosen sehingga tiap orang
dosen bisa masuk kelas 6-7 kali pertemuan jika timnya 2 orang atau 5 kali
pertemuan jika timnya 3 orang. Untuk matakuliah yang diasuh oleh hanya 1 orang
dosen, maka otomatis dosen masuk kelas sebanyak 12-16 kali pertemuan.
Tiap topik pembelajaran untuk tiap pertemuan, wajib dibagi lagi atas 3
subtopik yang berbeda. Misalnya, topik pertemuan saat ini adalah uji
stabilitas, maka subtopik untuk tiap kelompok adalah sbb: kelompok A uji
stabilitas sediaan padat (tablet), kelompok B uji stabilitas sediaan cair
(suspensi) dan kelompok C uji stabilitas sediaan semipadat (krim).
Tiap subtopik diuraikan dalam bentuk skenario kasus beserta
pertanyaan-pertanyaan kunci yang mengarah kepada learning objective (LO) yang
diharapkan pada topik pembelajaran
|
1. Sebelum Pembelajaran
a.
Mahasiswa dalam tiap kelas dibagi atas tiga kelompok besar (A, B dan C) berdasarkan urutan nomor
absen kuliah. Misalnya, jika jumlah mahasiswa 60 orang, maka mahasiswa nomor
urut absen 1 s/d 20 tergabung dalam kelompok A, nomor urut absen 21 s/d 40
masuk kelompok B, sisanya kelompok C. Tiap mahasiswa wajib membuat kokarde
yang berisi No. Urut absen dan nama panggilan yang bisa dibaca dengan jelas.
b.
Tiap pembelajaran, masing-masing
kelompok membawa kokarde, kertas chart (dari bahan seperti koran) sebanyak 2-3
lembar, spidol permanen dan lakban, Form 1, 2, 3 dan 4 serta map plastik.
c.
Tiap mahasiswa wajib mempelajari dan mengerjakan
tugas-tugas yang terdapat pada skenario kasus yang telah diberikan sebelum
pembelajaran dimulai sesuai topik pembelajaran.
d.
Tiap kelompok telah menetapkan 1
ketua, 2 presenter dan 2 co presenter untuk tiap topik pembelajaran. Ketua,
presenter dan co presenter ini harus orang yang berbeda sehingga semua
anggota kelompok dapat kesempatan yang sama secara bergiliran. Presenter bertugas
mempresentasikan subtopik pembelajaran yang ditulis pada kertas chart dan
co-presenter bertugas memimpin diskusi kelompok serta mencatat nama dan
pertanyaan penanya pada sesi diskusi
antar kelompok serta membantu presenter menjawab pertanyaan.
2. Saat Pembelajaran
a. Sesi I, diskusi dalam kelompok
(30 menit)
1) Mahasiswa duduk per kelompok A, B atau C.
Sebelum diskusi
dimulai, mahasiswa mengisi absen sesuai form 1 dan menyerahkan lembaran
pengamatan aktivitas mahasiswa form 4 kepada dosen
2) Ketua kelompok memimpin diskusi dalam kelompok masing-masing sesuai sub
topik yang diperoleh.
3) Hasil diskusi dituangkan dalam lembar kertas chart dalam bentuk peta konsep yang diharapkan dapat
menjawab LO topik pembelajaran
4) Selama diskusi dalam kelompok, dosen mengamati secara seksama jalannya
diskusi, membantu meluruskan arah diskusi sesuai LO serta memberikan catatan
atau penilaian sesuai rubrik penilaian (form 4) yang menjadi bahan bagai
dosen untuk disampaikan saat diskusi pleno.
b. Sesi II, diskusi antar kelompok
(2 x 25 menit)
1) Kertas chart ditempel didinding kelas dekat kelompok yang dituju berada
2) Diskusi Putaran 1
a)
Tiap anggota kelompok tetap duduk
di kelompok masing-masing seperti saat diskusi dalam kelompok sesi I.
b)
Presenter 1 dan co-presenter 1
kelompok A menuju kelompok B, Presenter 1 dan co-presenter 1 kelompok B
menuju kelompok C, dan Presenter 1 dan co-presenter 1 kelompok C menuju kelompok
A.
c)
Diskusi dipimpin oleh co
presenter yang dimulai dengan presentasi oleh presenter 1 tiap kelompok.
Misalnya presenter 1 kelompok A memaparkan kertas chart kelompoknya kepada
anggota kelompok B dan dilanjutkan dengan tanya jawab. Co presenter 1 mencatat
nama dan pertanyaan penanya dan dijawab oleh presenter dibantu oleh
co-presenter 1.
Format catatan diskusi seperti
pada Form 2.
d)
Selesai diskusi, presenter 1 dan
co-presenter 1 bergabung kembali dengan kelompok masing-masing
e)
Kelompok melakukan penilaian
terhadap penampilan/presentasi presenter/co presenter kelompok lain dengan
menggunakan Form 3
f)
Selama diskusi berlangsung dosen juga
melakukan pengamatan dan mencatat hasil pengamatan dalam Form 4
3)
Diskusi Putaran 2
a)
Anggota kelompok tetap duduk di
kelompok masing-masing
b)
Presenter 2 dan co-presenter 2
kelompok A menuju kelompok C, Presenter 2 dan co-presenter 2 kelompok B
menuju kelompok A dan Presenter 2 dan co-presenter 2 kelompok C menuju kelompok B.
c) Diskusi dimulai dan dilakukan kembali seperti putaran 1 dan diakhiri juga
dengan penilaian menggunakan Form 3 serta
pengamatan menggunakan Form 4
c. Sesi III, diskusi Kelas (20
menit)
1) Semua dokumen Form 1, 2 dan 3 masing-masing kelompok dikumpul di map
kelompok masing-masing dan diserahkan kepada dosen
2) Dosen memimpin diskusi kelas dengan terlebih dahulu memberikan evaluasi atau
review terhadap jalannya diskusi kelompok sehingga pada pertemuan berikutnya
terjadi perbaikan diskusi yang lebih baik
3) Selanjutnya dosen memberikan rangkuman secara umum terhadap pokok
bahasan/topik pembelajaran dan menjelaskan apakah diskusi sudah sesuai dengan
LO yang telah ditetapkan. Jika memungkinkan, dosen dapat meluruskan atau
menjelaskan kembali hal-hal yang terkait pembahasan skenario berdasarkan
catatan dosen di Form 4.
4) Diakhir pembelajaran, dosen menyampaikan topik untuk pertemuan berikutnya
atau memberikan tugas mandiri kepada mahasiswa sesuai topik pembelajaran
|
2.2. SEGITIGA AKTIF MODEL 2 (PALING
IDEAL)
Model ini diberikan jika tiap topik
pembelajaran di kelas diberikan oleh 3 orang dosen dimana tiap kelompok wajib
didampingi oleh 1 orang dosen.
Metode ini mewajibkan matakuliah diasuh oleh minimal 3 orang dosen.
Pelaksanaan metode ini bisa dilakukan dengan 2 cara yaitu:
1) Tiap kali pertemuan (14-16 kali pertemuan) ke-3 orang dosen harus masuk kelas.
2) Jumlah total pertemuan dikurangi dari 14-16 kali pertemuan menjadi 5 – 6
kali pertemuan saja, tapi topik pembelajaran yang dipadatkan.
Artinya, pada cara yang kedua ini, tiap kali pertemuan wajib membahas 3
topik pembelajaran misalnya topik pengembangan metode analisis, uji stabilitas
dan uji ekivalen. Cara ini lebih efektif karena tiap dosen hanya masuk 5 kali
pertemuan saja jika jumlah dosen 3 orang atau masuk 4 kali pertemuan jika
jumlah dosen 4 orang. Jika memungkinkan, lama pertemuan diperpanjang menjadi 2
x 60 menit (120 menit) dengan alokasi waktu 30 menit diskusi dalam kelompok
sesi I, 2 x 30 menit diskusi antar kelompok sesi II dan 30 menit diskusi kelas
Secara umum, pelaksanaaan pembelajaran hampir sama dengan model 1 di atas.
Bedanya kalau pada model 1, 3 kelompok didampingi oleh hanya oleh 1 orang
dosen, maka pada modek 2 ini tiap kelompok didampingi oleh 1 orang dosen
sehingga pengamatan dan penilaian kepada individu mahasiswa lebih objektif dan
diskusi kelompok akan lebih terarah dan mendalam.
Pada saat diskusi dalam kelompok pada sesi I, dosen langsung duduk di
kelompok masing-masing yang telah ditetapkan. Misalnya, dosen ke-1 di kelompok
A, dosen ke-2 dikelompok B dan dosen ke-3 dikelompok C. Tiap dosen bertindak
seagai fasilitator dan mencatat aktivitas mahasiswa dalam form 4.
Sedangkan pada saat diskusi antar kelompok pada sesi II, dosen juga ikut
berpindah ke kelompok lain mengikuti perjalanan presenter dan co presenter
kelompoknya. Misalnya pada putaran I, dosen ke-1 di kelompok A menuju kelompok
B bersama dengan presenter dan co presenter kelompok A. Begitu juga dosen ke-2
kelompok B ke kelompok C, dan seterusnya. Tujuan dari ikutnya dosen berpindah
ke kelompok lain adalah untuk ikut membantu mengarahkan atau memperjelas
subtopik yang dibahas agar LO pembelajaran tetap tercapai.
Terakhir saat diskusi pleno atau kelas, ketiga dosen secara bergiliran
memberikan review terhadap jalannya diskusi dan hal-hal terkait pencapaian LO
tiap subtopik pembelajaran.
III.
ASESMEN
ASPEK
|
URAIAN
|
Prosedur
|
Penilaian dilakukan oleh dosen baik dalam bentuk
formatif maupun dalam bentuk sumatif baik selama pembelajaran berlangsung (proses)
maupun pada saat ujian akhir
|
Alat
|
1.
Tugas
mandiri
2.
Peta
konsep
3.
Dokumen
diskusi kelompok (Form 1 dan 2)
4.
Lembaran
Penilaian Kelompok (Form 3)
5.
Lembaran
catatan mahasiswa/soft skills (Form 4)
6.
Soal
ujian tertulis (ujian akhir)
|
Komponen
|
Komponen penilaian terdiri
atas:
1. Penilaian proses
a. Kehadiran dan Kedisipilinan (10%) Ã Form 1
b. Tugas mandiri (15%) Ã LKM, Peta konsep
c. Diskusi kelompok/kelas (20%) Ã Form 2 dan 3
d. Soft skills meliputi kepemimpinan, tanggung
jawab, kerjasama, sikap dan komunikasi (15%) Ã Form 4
2. Penilaian hasil
a.
Ujian (40%)
|
Lampiran 1. Form 1 Daftar hadir kelompok
DAFTAR
HADIR KELOMPOK
PEMBELAJARAN INDUSTRI FARMASI
A. JADWAL PELAKSANAAN KULIAH
|
|
PERTEMUAN KE
|
|
TOPIK KE
|
|
HARI/TANGGAL
|
|
PUKUL
|
|
B. IDENTITAS KELOMPOK
|
|
KELAS
|
|
KELOMPOK
|
|
KETUA KELOMPOK
|
|
DOSEN
|
|
C. DAFTAR HADIR
|
||||
No
|
No. Urut Absen
|
No. BP
|
Nama
|
Tanda
Tangan
|
1
|
|
|
|
|
2
|
|
|
|
|
3
|
|
|
|
|
4
|
|
|
|
|
5
|
|
|
|
|
6
|
|
|
|
|
4
|
|
|
|
|
5
|
|
|
|
|
6
|
|
|
|
|
7
|
|
|
|
|
8
|
|
|
|
|
9
|
|
|
|
|
10
|
|
|
|
|
11
|
|
|
|
|
12
|
|
|
|
|
13
|
|
|
|
|
14
|
|
|
|
|
15
|
|
|
|
|
16
|
|
|
|
|
17
|
|
|
|
|
18
|
|
|
|
|
19
|
|
|
|
|
20
|
|
|
|
|
Lampiran 2. Form 2 Lembar Catatan Pertanyaan
Lembar Catatan Pertanyaan
A. JADWAL PELAKSANAAN KULIAH
|
|
TOPIK
|
|
HARI/TANGGAL
|
|
KELOMPOK
(Tempat presentasi)
|
|
B. IDENTITAS PRESENTER DAN COPRESENTER (nama dan no. Urut absen)
|
|
KELOMPOK
(Kelompok asal)
|
|
PRESENTER
|
|
COPRESENTER
|
|
C. CATATAN PERTANYAAN (Nama penanya
dan pertanyaan)
|
|
Lampiran 3. Form 3 Lembar Penilaian Kelompok oleh
Mahasiswa
Lembar Penilaian Kelompok
A. JADWAL PELAKSANAAN KULIAH
|
|
TOPIK
|
|
HARI/TANGGAL
|
|
KELOMPOK PENILAI
|
|
B. IDENTITAS PRESENTER DAN COPRESENTER (nama dan no. Urut absen)
|
|
KELOMPOK
|
|
PRESENTER
|
|
COPRESENTER
|
|
C. RUBRIK PENILAIAN
|
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
CATATAN:
|
Lampiran 4. Form 4 Lembar Catatan Aktivitas Mahasiswa
oleh Dosen
Lembar Catatan Aktivitas Mahasiswa
A. JADWAL PELAKSANAAN KULIAH
|
|
TOPIK
|
|
HARI/TANGGAL
|
|
KELOMPOK
|
|
B. IDENTITAS PRESENTER DAN COPRESENTER
|
|
PRESENTER 1
|
|
PRESENTER 2
|
|
COPRESENTER 1
|
|
COPRESENTER 2
|
|
C. CATATAN PENGAMATAN (SOFT SKILLS)
|
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Keterangan:
5 : baik sekali, 4 : baik, 3 : agak baik, sedang
(cukup), 2 : kurang, 1 : kurang sekali (rendah)
CATATAN (termasuk nilai peta konsep kelompok):
|
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
NAMA DOSEN DAN TANDA TANGAN:
|
Langganan:
Postingan (Atom)